DINAMIKA PENGELOLAAN PLG SEBANGA, KABUPATEN BENGKALIS
PEKANBARU - Sejak pertama kali
didirikan pada tahun 1988, Pusat Latihan Gajah Sebanga atau yang lebih sering
disebut dengan PLG Sebanga telah melatih banyak gajah liar yang terlibat
konflik dengan manusia. Terdapat sekitar puluhan hingga seratus ekor lebih gajah
yang pernah dilatih di PLG Sebanga hingga saat ini. Pada masa awal
pendiriannya, PLG Sebanga dikenal sebagai salah satu pusat latihan gajah
terbaik dengan fasilitas yang lengkap di Indonesia. PLG Sebanga pada masa itu
tidak hanya memiliki sarana pelatihan dan perawatan gajah, fasilitas pengobatan
gajah, barak-barak mahout, serta kantor
pengelola, tetapi juga terdapat fasilitas helipad yang dibangun oleh Chevron. Area penggembalaan gajah pun
masih luas yang didukung dengan penunjukan Suaka Margasatwa PLG Sebanga (SM PLG
Sebanga) seluas 5.000 hektar pada tahun 1992 oleh Gubernur Riau yang letaknya
berdampingan dengan PLG Sebanga. Penunjukan SM PLG Sebanga tersebut merupakan
upaya konservasi in-situ yang
dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan agar gajah-gajah binaan PLG Sebanga
dapat digembalakan di habitat aslinya.
Pendirian PLG Sebanga dan
penunjukan SM PLG Sebanga menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat setempat.
Warga yang tidak setuju beberapa kali melakukan aksi kerusuhan yang berpuncak
pada pembakaran area kompleks PLG Sebanga pada tanggal 23 Desember 1993. Hampir
seluruh sarana di PLG Sebanga terbakar habis, namun beruntung semua gajah berhasil
diselamatkan dan diungsikan ke Desa Pinggir di Balai Raja untuk sementara waktu.
Pada bulan Agustus tahun 1994, PLG Sebanga dipindahkan ke Desa Sialang Rimbun yang
lokasinya terletak di bagian selatan SM PLG Sebanga.
Terlepas dari segala pro
dan kontra pendirian PLG Sebanga, sejak tahun 1993 PLG Sebanga telah
mendistribusikan gajah binaan mereka ke berbagai lokasi dan di Indonesia.
Pendistribusian ini bertujuan sebagai salah satu usaha konservasi ex-situ gajah dengan memperkenalkan
gajah kepada masyarakat umum. Pada tahun 1993, delapan ekor gajah binaan PLG
Sebanga didistribusikan untuk PT Arara Abadi dan empat ekor gajah binaan
didistribusikan kepada PT RAPP. Selain itu, gajah binaan PLG Sebanga juga
dikirimkan ke Kebun Binatang Sawah Lunto, Elephant
Park Ubud Bali dan Lombok, bahkan juga dikirimkan sebagai Elephant Flying Squad di Tesso Nilo.
Berdasarkan fakta di atas,
terlihat bahwa PLG Sebanga telah memberikan peran yang cukup besar dalam upaya
konservasi gajah di Indonesia. Meskipun begitu, tingginya tingkat perambahan
dan illegal logging di kawasan SM PLG
Sebanga tetap tidak dapat dikendalikan.
Akibatnya ruang penggembalaan
gajah binaan PLG Sebanga menjadi terbatas. Para mahout di PLG Sebanga kesulitan untuk menggembalakan gajah-gajah
mereka dan juga kesulitan untuk menambah jumlah gajah binaan. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, pada tahun 2001 PLG Sebanga dipindahkan ke Kecamatan
Minas yang kemudian dikenal dengan nama PLG Minas. Sebagian besar gajah-gajah
binaan PLG Sebanga kemudian dipindahkan ke PLG Minas, sedangkan PLG Sebanga
tetap dipertahankan keberadaannya.
Saat ini hanya tersisa
lima ekor gajah binaan di PLG Sebanga yang terdiri dari satu ekor gajah jantan
bernama Sarma berusia 34 tahun yang dilatih oleh Mahout Yusman dan empat ekor gajah betina, yaitu Sella berusia 15
tahun dilatih oleh Mahout Edi, Rosa
berusia 23 tahun dilatih oleh Mahout Irwansyah,
Puja berusia 16 tahun dilatih oleh Mahout
M.Ramli, dan Dora berusia 11 tahun dilatih oleh Mahout Tukino. Gajah jantan digembalakan di area hutan yang tersisa
di PLG Sebanga, sedangkan semua gajah betina digembalakan di area hutan rawa
yang terletak di luar kawasan SM PLG Sebanga yang berjarak sekitar tiga
kilometer dari area PLG Sebanga. Gajah-gajah binaan PLG Sebanga tidak bisa
digembalakan di kawasan SM PLG Sebanga karena sebagian besar hutan di sana
telah beralih fungsi menjadi kebun sawit dan hanya sekitar empat hektar area
hutan yang tersisa. Kondisi yang tidak kondusif ini berdampak pada kurangnya
ketersediaan pakan gajah, dan sulitnya mencari tempat untuk menambatkan gajah.
Tantangan lain yang
dirasakan oleh mahout di PLG Sebanga
selain hilangnya area penggembalaan gajah adalah tidak tersedianya tempat
penjinakan gajah, tempat pelatihan gajah dan terbatasnya perlengkapan pelatihan
gajah. Selain itu, minimnya sarana pelatihan sumber daya manusia, barak-barak mahout yang sudah tidak layak pakai,
terbatasnya sarana pemeliharaan dan
perawatan gajah, dan tidak tersedianya fasilitas kesehatan gajah di area PLG
Sebanga juga mempersulit pengelolaan gajah binaan PLG Sebanga saat ini.
Kondisi PLG Sebanga yang
mengkhawatirkan ini perlu segera dicarikan solusinya. Jika tidak, maka
pengelola PLG dan pawang gajah akan kesulitan dalam mengelola gajah-gajah
binaan mereka. Oleh sebab itu, Kepala SKW III BBKSDA Riau beserta tim berencana
untuk membuat kebun pakan di kawasan PLG Sebanga yang masih belum dirambah oleh
masyarakat. Program ini sudah mulai diinisiasi pada pertengahan Juli 2021
dengan melakukan pembersihan area yang akan ditanami pakan. Kepala SKW III
bersama tim resort duri juga berinisiatif untuk melakukan pendekatan secara
persuasif kepada pemilik kebun sawit di kawasan SM PLG Sebanga agar bersedia
mengembalikan sebagian lahan sawit mereka yang berada di dalam kawasan kepada
PLG Sebanga sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan gajah dan
kebun pakan. Rencana ini tentunya mustahil untuk dilakukan dalam jangka pendek.
Dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak, terutama pemerintah daerah dan
tokoh terkemuka di Desa Sialang Rimbun untuk bersama-sama membantu membujuk
masyarakat sehingga bersedia mengembalikan sebagian lahan yang mereka ambil.
Selain itu, para mahout di PLG
Sebanga beserta tim SKW III BBKSDA Riau juga telah mengusulkan pengadaan sarana
prasarana dan fasilitas yang belum tersedia di sana agar PLG Sebanga bisa
bangkit dan dapat berjalan secara kondusif seperti dulu.
Salam konservasi??
#bersamakitabisa
#karenakonservasitakmungkinsendiri
Balai Besar
KSDA Riau