KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TEGASKAN TIDAK ADA PEMUTIHAN SAWIT DALAM KAWASAN HUTAN
PEKANBARU-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) menegaskan bahwa tidak ada pemutihan ataupun pengampunan bagi
kepemilikan sawit dalam kawasan hutan.
Hal ini ditegaskan Sekjen KLHK, Bambang
Hendroyono, dalam sosialisasi implementasi UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020
dan PP 24 tahun 2021 di Polda Riau. Hadir dalam kegiatan ini Kapolda Riau,
seluruh Polres, swasta, anggota DPD RI Instiawati Ayus dan para pihak terkait
lainnya.
''Dalam UUCK tidak ada pemutihan dan
pengampunan, kita sepakat menyelesaikan terbangunnya usaha atau kegiatan
sebelum UUCK di dalam kawasan hutan yang ditandai selesainya proses hukum
administrasi. Seperti dalam pasal 110 B UUCK, kawasan yang kita selesaikan
tetap akan berstatus kawasan hutan,'' jelas Bambang.
Ketua tim Satuan Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengendalian Implementasi (Satlakwasdal) UUCK ini mengatakan, pendekatan hukum
yang digunakan memang ultimum remedium atau mengedepankan sanksi administratif.
Namun bukan berarti sanksi hukum hilang begitu saja. Pengenaan sanksi
administratif digunakan untuk memberi ruang bagi kelompok masyarakat yang
berada di dalam kawasan, contohnya akibat perubahan tata ruang, kebijakan ijin
lokasi yang dikeluarkan Pemda, dan juga kelompok rakyat kecil yang telah
bermukim lima tahun berturut-turut
''Mereka ini nanti akan diidentifikasi
penyelesaiannya melalui pasal 110 A dan pasal 110 B. Kebijakan ini hanya
berlaku bagi yang sudah beraktifitas dalam kawasan sebelum UUCK. Jika masih
melakukan kegiatan baru dalam kawasan hutan setelah UUCK disahkan 2 November
2020, maka langsung dikenakan penegakan hukum dengan mengedepankan sanksi
pidana, tidak berlaku lagi sanksi administratif,'' tegas Bambang.
Dalam UUCK jika sanksi administrasi dalam
bentuk denda tidak dipenuhi, maka barulah melangkah ke sanksi penegakan hukum
berikutnya, mulai dari pencabutan ijin dan paksaan pemerintah berupa penyitaan
dan paksa badan.
''Pasal 110 A dan B hanya mengurusi kegiatan
yang sudah terbangun dalam kawasan hutan. Jadi kalau ada yang bermain-main
dalam kawasan hutan setelah UUCK tanpa memiliki perijinan atau persetujuan
Menteri, segeralah berhenti karena pasti langsung dikenakan sanksi pidana,'' tegas
Bambang.
Untuk masyarakat kecil atau kelompok tani yang
anggotanya hanya menguasai lahan di bawah 5 ha dan bertempat tinggal lima tahun
berturut-turut di dalam atau sekitar kawasan hutan, maka pada mereka tidak
dikenakan sanksi administratif dan diberikan solusi dalam bentuk akses legal
melalui penataan kawasan hutan, bisa dalam bentuk perhutanan sosial dan TORA.
''Untuk sawit yang sudah ada harus melakukan
jangka benah dengan tanaman hutan dan diberikan kesempatan satu kali daur. UUCK
memberikan kesempatan masyarakat dapatkan akses legalnya, untuk itu masyarakat
harus cepat dapat ijin perhutanan sosial agar produktifitas tetap terjaga,
begitu juga kawasan hutannya,'' kata Bambang.
Perhutanan sosial juga digunakan untuk
penyelesaian sawit dalam kawasan HTI. Setelah melalui verifikasi teknis, akan
memperoleh akses legal perhutanan sosial dengan skema kemitraan kehutanan
dengan pemegang ijin HTI.
''Inilah upaya kita agar kegiatan yang
terbangun dalam kawasan hutan seperti masa lalu, tidak terjadi lagi ke
depannya. Masyarakat yang berada dalam kawasan hutan dapat mengelola asalkan
ada ijin kehutanan melalui hutan sosial. Banyak skemanya, sehingga masyarakat
bisa sejahtera dan fungsi hutan tetap bisa dipertahankan,'' jelas Bambang.
Bambang mengajak Polda Riau bersama para pihak,
khususnya swasta, termasuk NGO selaku perwakilan publik, memandang UUCK dengan
arah pemahaman yang sama. Kepastian hukum menjadi bagian penting dari amanah
UU. Maka proses ke depan melalui UUCK adalah menyiapkan langkah-langkah memberi
kepastian hukum. Meliputi kepastian kawasan, kepastian hukum, kepastian usaha,
kepastian keberlangsungan usaha, dan kepastian keberlanjutan lingkungan.
''Semua kepastian ini terkandung dalam amanat
UUCK, agar semuanya ke depan kembali patuh pada ketentuan yang ada,'' kata
Bambang.
Karena pemerintah menyadari, akibat kebijakan
di masa lalu, banyak usaha masyarakat bahkan pemukiman, yang sebelumnya berada
di luar kawasan malah masuk ke dalam kawasan. Sehingga mereka kehilangan hak
legal atas kepemilikan pemukiman ataupun perkebunan. Bukan hanya masyarakat,
ada swastanya juga, inilah yang coba diselesaikan oleh UUCK sebagai bentuk
kehadiran negara.
''Menata regulasi ini dan implementasinya jelas
tidak mudah. Kami bekerja dengan supervisi bersama KPK, BPK, DPR dan publik.
Tidak kerja sembarangan, tapi memegang regulasi,'' kata Bambang.
Implementasi UUCK bukan hanya kerja KLHK, namun
kerja kolaborasi multipihak agar kesalahan masa lalu tidak terulang dalam hal
legalitas lahan. Tujuannya agar kawasan hutan tetap terjaga dan rakyat
sejahtera.
''KLHK punya 10 Pokja dipimpin eselon II untuk
langkah-langkah percepatan hutan sosial hingga ke tingkat tapak. UUCK ini
kebijakan dasar untuk penyelesaian masalah dalam kawasan, jadi jangan ditawar.
Bagi yang merasa punya bukti kuat, perkuatlah data untuk pengajuan permohonan
dan lalui prosedurnya,'' tegas Bambang.
Sementara itu Kapolda Riau, M.Iqbal menyambut
baik sosialisasi implementasi UUCK yang baru pertama kali digelar untuk jajaran
Polda se Indonesia. Harapannya seluruh jajaran Polda Riau bersama masyarakat
ikut aktif mengawal implementasi UUCK.
''Seluruh jajaran Polda Riau, arahan saya untuk
segera konsolidasi melakukan penguatan tindaklanjut dari sosialisasi ini.
Dengan Forkompimda, stakeholders, dan masyarakat, tentang upaya-upaya
penyelidikan dan penyidikan penyelesaian kasus di tingkat tapak,'' kata Iqbal.
Bukan hanya represif, yang paling penting
prefentif. Pencegahan lebih penting agar tidak terjadi lagi kerusakan-kerusakan
di kawasan hutan.
''Semua Kapolres harus segera identifikasi dan
selesaikan potensi-potensi konflik di wilayahnya. Terutama penyelesaian konflik
yang terkait hutan, perkebunan, dll. Saya akan kawal ini langsung, 3 bulan ke
depan harus ada inisiasi baru dan harus terlihat hasilnya,'' perintah Iqbal.(*)
#bersamakitabisa
#karenakonservasitakmungkinsendiri
Balai
Besar KSDA Riau