PROTOKOL SURVEI OKUPANSI HARIMAU SUMATERA
Setelah harimau di Pulau Bali dan Pulau Jawa
dinyatakan punah pada tahun 1930-an dan 1980-an, harimau
liar di Indonesia tercatat hanya mendiami Pulau Sumatera. Tren
populasi harimau yang tersisa mengalami penurunan dan berstatus
konservasi kritis (critically endangered) berdasarkan International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources (Linkie
dkk., 2008). Untuk itu, berbagai upaya dilakukan untuk memulihkan
populasi harimau dengan melindungi faktor pendukungnya.
Pemerintah berkomitmen untuk melestarikan
harimau sumatera dan upayanya terus diperbaharui dalam
dokumen Strategi Rencana Aksi dan Konservasi Harimau Sumatera
(STRAKOHAS). Komitmen ini didukung dengan berbagai upaya
perlindungan dengan metode baku dan kuat (robust) secara ilmiah dan
perlu dipantau untuk mengetahui efektivitasnya. Salah satu
metode yang digunakan adalah survei okupansi dengan yang secara
ilmiah teruji kuat dan memiliki keuntungan hemat biaya dan waktu.
Pada tahun 2007 - 2009, survei okupansi berskala pulau pertama dilakukan untuk mengetahui pola hunian spesies dengan target harimau dan spesies penting lainnya. Survei ini dilakukan di tujuh bentang alam utama yang mencakup delapan provinsi dan merupakan kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mitranya. Peta pulau dibagi menjadi petak-petak survei permanen 17 x 17 km kemudian survei dilakukan di petak-petak pada bentang alam target. Total yang disurvei adalah 394 petak dengan total jalur pengamatan sepanjang 13.511 km. Keberadaan harimau terdeteksi di 206 petak dengan nilai estimasi okupansi naif sebesar 0,52, estimasi hunian harimau (?) 0,72±0,048 dengan probabilitas deteksi (p=0,13±0,017; ±SE) (Wibisono dkk., 2011). Hal ini berarti pada total petak 394 atau 113.866 km2 diestimasi sekitar 72% dihuni oleh harimau.
Silahkan Unduk File Bukunya untuk informasi lebih lengkap:PROTOKOL SURVEI OKUPANSI HARIMAU SUMATERA