Pemulihan Ekosistem Sebuah pembelajaran dari JAGAFOPP-TA
Luas daratan dan perairan kawasan hutan
Indonesia secara keseluruhan adalah 125,9 juta ha, seluas 27,4
juta ha merupakan kawasan
konservasi yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia (BPS 2017). Sebagai
negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi (mega biodiversity country), Indonesia memiliki
38.000 jenis tumbuhan
berbiji, 515 jenis mamalia, 511 jenis reptilia, 270 jenis amfibia, 1.531 jenis
burung, dan 2.827 jenis hewan invertebrata (Putro dkk 2012). Oleh
sebab itu, perlindungan kawasan hutan di Indonesia sebagai habitat flora dan fauna
tersebut perlu dilakukan. Penurunan kualitas dan luas kawasan telah
terjadi karena berbagai
faktor, seperti kebakaran hutan dan lahan, perambahan, penebangan liar, dan
pembuatan lahan tambak. Menurut data
yang dirilis oleh FAO
berdasarkan data Global
Forest Resources Assessment (GFRA), laju kerusakan
hutan Indonesia dari tahun 2010-2015 yaitu 684.000 ha tiap tahunnya.
Pemerintah telah
meluncurkan berbagai program untuk menekan laju kerusakan hutan, antara lain
melakukan pengelolaan
hutan berkelanjutan dengan membentuk kesatuan pengelolaan hutan
(KPH). Di kawasan konservasi yang terdegradasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan telah
melaksanakan kegiatan pemulihan ekosistem pada areal yang terdegradasi
seluas 100.000 ha termasuk penyelesaian konflik
pemanfaatan lahan di
dalam kawasan konservasi tersebut yang tertuang di dalam Rencana Strategi Kementerian
Lingkungan Hidup
dan Kehutanan tahun 2015-2019.
Berbagai peraturan
telah dikeluarkan terkait pemulihan ekosistem di kawasan konservasi, antara lain:
·
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
·
Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor P.48/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemulihan
Ekosistem Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
·
Peraturan Direktur Jenderal KSDAE
Nomor P.12/ KSDAE-Set/2015 tentang Pedoman Tata Cara Penanaman dan Pengkayaan
Jenis Dalam Rangka Permulihan Ekosistem Daratan Pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam
·
Peraturan Direktur Jenderal KSDAE
Nomor P.13/ KSDAE-Set/2015 tentang Pedoman Pemantauan dan Penilaian
Keberhasilan Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem Darat Pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
Pelaksanaan kegiatan pemulihan ekosistem yang dilaksanakan pada proyek JAGAFOPP-TA mengacu pada peraturan diatas, serta pedoman dan panduan restorasi lahan yang terdegradasi di kawasan konservasi yang diterbitkan oleh Japan International Cooperation Agency–Restoration of Ecosystems in Conservation Areas (JICA–RECA) pada tahun 2014. Poin penting dalam panduan ini adalah pelaksanakan kegiatan pemulihan ekosistem di kawasan konservasi harus memperhatikan jenis tumbuhan yang ditanam dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat atau masyarakat lokal. Proyek ini telah mengikuti pedoman dan panduan yang sudah ada, namun masih ada beberapa perbaikan yang disesuaikan dengan masing-masing lokasi pemulihan ekosistem. Selama kegiatan pemulihan ekosistem dilaksanakan, dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan antara lain dari masyarakat lokal, pemerintah pusat dan daerah, LSM, dan tokoh masyarakat yang ada di sekitar lokasi yang akan dipulihkan.
Silahkan Unduk File Bukunya untuk informasi lebih lengkap: Pemulihan Ekosistem