Suaka Margasatwa Tasik Serkap
Suaka Margasatwa Tasik
Serkap ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173/Kpts-II/1986
tanggal 6 Juni 1986 dengan luasan 6.900 hektar. Kawasan ini kemudian ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 94/Menhut-II/2014 tanggal 24
Januari 2014 tentang Penetapan Kawasan Suaka Margasatwa Tasik Serkap dengan
luas 6636, 87 hektar. Suaka Margasatwa Tasik Serkap merupakan kawasan yang
memiliki karakteristik yang khas, yakni tipe hutan rawa gambut dengan jenis
keanekaragaman hayati flora dan fauna yang khas. Ekosistem rawa gambut pada
kawasan SM Tasik Serkap terjaga dengan baik dengan keberadaan Sungai Serkap
yang terjaga kondisi hidrologisnya.
Berdasarkan letak
geografisnya, kawasan ini berada pada koordinat 0o22’-0o30’
LU dan 102o41’-102o48’ BT. Dan terletak pada bagian
pesisir timur pulau Sumatera, dengan pesisir pantai yang berbatasan dengan
sejumlah negara tetangga dan masuk dalam daerah Segitiga Pertumbuhan Ekonomi (Growth Triagle) Indonesia, Malaysia,
Singapore (IMS-GT) dan secara tidak
langsung sudah menjadi daerah Hinterland Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam Tanjung Balai Karimun.
POTENSI KAWASAN :
a. Flora :
Keanekaragaman jenis flora
di SM Tasik Serkap didominasi oleh tanaman-tanaman dengan famili Myrtaceae
dan Dipterocarpaceae. Jenis-jenis flora yang umum dijumpai pada hutan rawa
gambut di SM Tasik Serkap, yakni Meranti bunga (Shorea teysmanniana), Meranti batu (Shorea uliginosa), Kelat asam (Sandoricum
koetjape), Ramin (Gonystylus bancanus),
Resak (Vatica sp.), Terentang (Campnosperma sp.), Kempas (Koompassia
malaccensis), dan beberapa jenis kantong semar (Nepenthes sp.).
Gambar Terentang (Campnosperma sp.),
dan Kantong Semar (Nepenthes sp.)
Pada tahun 2016, Fauna & Flora International menemukan 152 jenis
tumbuhan dengan 8 jenis tumbuhan termasuk dalam kategori yang dilindungi
berdasarkan status IUCN. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis
tumbuhan pada tempat SM Tasik Serkap sangat tinggi dan perlu mendapatkan
perhatian yang lebih dalam upaya pelestariannya. Ramin (Gonystylus bancanus) salah satu jenis tumbuhan yang sudah terancam
keberadaannya di alam. Kualitas kayunya yang bagus menyebabkan tumbuhan ramin
digolongkan ke dalam jenis kayu mewah. Disamping itu, untuk menghindari
kepunahannya di alam, pemanenan dan pengambilan dari alam serta perdagangannya
dikontrol melalui mekanisme kuota.
b. Fauna :
Berikut keanekaragaman jenis satwa liar di SM Tasik Serkap:
No. |
Nama Lokal |
Nama Ilmiah |
Suku |
PP. No. 7 Tahun 1999 |
1. |
Cangak Merah |
Ardea purpurea |
Ardeidae |
NP |
2. |
Kuntul Kerbau |
Bubulcus ibis |
Ardeidae |
P |
3. |
Cekakak Belukar |
Halcyon smyrnensis |
Alcedinidae |
P |
4. |
Pekaka Emas |
Pelargopsis capensis |
Alcedinidae |
P |
5. |
Raja Udang Meninting |
Alcedo meninting |
Alcedinidae |
P |
6. |
Dara Laut Sayap Putih |
Chlidonias leucopterus |
Sternidae |
P |
7. |
Dara Laut Kecil |
Sterna albifrons |
Sternidae |
P |
8. |
Kapinis Rumah |
Apus affinis |
Apodidae |
NP |
9. |
Kapinis Jarum Kecil |
Rhapidura leucopygialis |
Apodidae |
NP |
10. |
Walet Sarang putih |
Aerodramus fuciphagus |
Apodidae |
NP |
11. |
Kipasan Belang |
Rhipidura javanica |
Muscicapidae |
P |
12. |
Kirik - kirik Senja |
Merops leschenaultia |
Meropidae |
NP |
13. |
Layang - layang Api |
Hirundo rustica |
Hirundinidae |
NP |
14. |
Layang - layang Batu |
Hirundo tahitica |
Hirundinidae |
NP |
15. |
Tiong Emas |
Gracula religiosa |
Sturnidae |
P |
16. |
Tiong Lampu Biasa |
Eurystomus orientalis |
Coraciidae |
NP |
17. |
Pelatuk Kundang |
Chrysocolaptes validus |
Picidae |
NP |
18. |
Elang |
- |
Accipitridae |
P |
19. |
Bubut Besar |
Centropus sinensis |
Cuculidae |
NP |
20. |
Bubut alang – alang |
Centropus bengalensis |
Cuculidae |
NP |
21. |
Lutung Kelabu |
Trachypithecus auratus |
Cercopithecidae |
NP |
22. |
Siamang |
Symphalangus syndactylus |
Hylobatidae |
P |
23. |
Ungko |
Hylobates agilis |
Hylobatidae |
P |
24. |
Beruk |
Macaca nemestrina |
Cercopithecidae |
NP |
25. |
Monyet ekor panjang |
Macaca fascicularis |
Cercopithecidae |
NP |
26. |
Babi hutan |
Sus scrofa |
Suidae |
NP |
Keterangan : P (Dilindungi), NP (Tidak
Dilindungi)
Dari 20 jenis burung dan 6 jenis mamalia yang
ditemukan, sebanyak 9 jenis burung dan 2 jenis mamalia merupakan jenis yang
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Perlindungan
kawasan Suaka Margasatwa Tasik Serkap sangat perlu sebagai bagian pelestarian
habitat satwa liar yang dilindungi. Disamping itu, keberadaan semenanjung
kampar dengan beberapa konsesi restorasi ekosistem di sekitar SM Tasik Serkap
mendukung dalam keberlangsungan dan pertumbuhan populasi satwa liar di dalam
kawasan. Berdasarkan data Fauna & Flora International (2016) ditemukan pada
kawasan restorasi ekosistem Riau sebanyak 70 jenis mamalia, 220 jenis burung,
dan 107 jenis reptil dan amfibi. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem hutan rawa
gambut pada SM Tasik Serkap dan sekitarnya masih sangat terjaga dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya menurunkan potensi
gangguan terhadap pelestarian flora dan fauna di dalam kawasan.
Gambar Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan Burung Cangak
Merah (Ardea purpurea)
c. Ekosistem :
Ekosistem
rawa gambut pada SM Tasik Serkap dipengaruhi terhadap keberadaan perusahaan
restorasi yang terdapat di sekitarnya. Disamping itu, pada kawasan SM Tasik
Serkap dan sekitarnya terdapat beberapa pondok nelayan dengan aktivitas
pencarian ikan dan beberapa rumah walet yang diduga bahan bangunan tersebut
berasal dari hutan sekitar yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mengganggu kondisi hutan rawa gambut.
Gambar Pondok Nelayan dan Rumah Walet di SM Tasik
Serkap dan sekitarnya
Hutan rawa gambut pada SM Tasik Serkap
dan sekitarnya memiliki kepentingan untuk pengembangan sosial-ekonomi dan
mendukung kehidupan masyarakat. Hal ini, apabila dikelola dengan baik atau
dipertahankan sifat alamiahnya, maka hutan rawa gambut akan mampu memberikan
berbagai jasa lingkungan bagi manusia maupun mahluk hidup lain di
atas/sekitarnya. Kerusakan ekosistem lahan gambut dapat ditekan dengan cara
mengelola berbagai atribut sensitif yang menjadi penyebabnya. Selama ini kerusakan
yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor manusia bila dibandingkan faktor
alami.
Hampir seluruh areal di Semenanjung
Kampar merupakan lahan gambut dengan tiga kubah gambut (peat dome) besar sebagai daerah intinya dengan kedalaman sekitar 16
meter dan beberapa kubah gambut kecil. Luas lahan gambut di Semenanjung
mencapai ± 671.125 hektar dengan kedalaman gambut tergolong dalam hingga sangat
dalam. Lahan gambut ini mencakup hampir seluruh areal Semenanjung Kampar (> 90%)
(TBI, 2010).
Kelestarian ekosistem hutan rawa gambut
sangat ditentukan oleh kondisi tata air yang dikendalikan oleh kubah di bagian
tengahnya. Pengelolaan ekosistem gambut, termasuk pemanfaatannya untuk
pembangunan hutan tanaman, kebun dan lahan pertanian, harus dilakukan pada skala
lanskap dengan fokus pada penataan tata air melalui perlindungan bagian kubah
dan sekitarnya (Supriatin, 2012).
Secara
hidrologi, kerusakan sistem tata air akan menyebabkan ekosistem hutan gambut
mengalami degradasi terus menerus, sekalipun tutupan lahan adalah hutan alam.
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
(Pasal 10) dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang
Wilayah Nasional (Pasal 55 Ayat 2) mengamanatkan secara tegas perlindungan
kubah gambut. Disebutkan kriteria kawasan bergambut yang harus ditetapkan
sebagai kawasan lindung adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau
lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
d. Potensi Jasa Lingkungan
Gambar Sungai Serkap yang Membelah SM Tasik Serkap
Kawasan Suaka Margasatwa Tasik Serkap dilintasi oleh Sungai Serkap yang
membelah kawasan ke arah bagian barat dan utara kawasan. Kondisi lingkungan
yang terdapat di kawasan merupakan hutan rawa gambut cenderung basah sepanjang
tahun. TFCA Sumatera menjelaskan bahwa kawasan ini termasuk ke dalam
semenanjung kampar yang perlu dilindungi keberadaannya. Berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang
Provinsi Daerah Tingkat I Riau (Lembaran Daerah tahun 1994 Nomor 07),
Semenanjung Kampar telah ditetapkan sebagai hutan lindung gambut. Eksistensi
hutan gambut Semenanjung Kampar sangat penting dalam melindungi dan
melestarikan keanekaragaman hayati dalam mempertahankan fungsi hidrologis dan
penjaga stabilitas iklim mikro dan makro, serta sebagai adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim global dunia.
Gambar Kawasan SM Tasik Serkap dalam Kondisi Basah (Terendam)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011, Kawasan Suaka Margasatwa Tasik Serkap, hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan
2. Pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan konservasi alam
3. Penyimpanan dan/atau
penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta
wisata alam terbatas
4. Pemanfaatan sumber
plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
Gambar Danau/Tasik di dalam kawasan SM Tasik Serkap
Potensi lingkungan yang dapat dimanfaatkan di kawasan SM Tasik Serkap dalam dikembangkan ke arah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disamping itu, keberadaan tasik atau danau di dalam kawasan dapat dikembangkan sebagai potensi wisata alam. Ekosistem rawa gambut yang terdapat pada kawasan SM Tasik Serkap juga memiliki potensi karbon yang dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut. Disamping itu, perusahaan-perusahaan konsesi yang terdapat di sekitar SM Tasik Serkap dapat dibangun sinergitas dalam mendukung penelitian dan ilmu pengetahuan.
e. Potensi Ekonomi dan Sosial Budaya
1) Potensi Ekonomi
Secara ekonomi, masyarakat Kelurahan Teluk
Meranti sangat terbantu dengan keberadaan perusahaan yang berada di sekitarnya.
Terdapat perusahaan/konsesi IUPHHK-HT PT. RAPP, PT. Arara Abadi, serta beberapa
perusahaan perkebunan sawit yang berada di sekitar Kelurahan Teluk Meranti dan
Desa Pulau Muda. Keberadaan perusahaan-perusahaan ini berperan dalam
menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan pengembangan ekonomi
masyarakat sebagai bagian dari community
development perusahaan.
Kondisi perekonomian masyarakat pada Kelurahan
Teluk Meranti semakin lebih baik dengan keberadaan obyek wisata “bono” yang
didukung pengembangannya oleh Dinas Pariwisata Provinsi Riau. Obyek wisata ini
secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat di
Kelurahan Teluk Meranti. Dalam perencanaan pengembangan ekonomi masyarakat,
maka diperlukan inovasi-inovasi dalam memanfaatkan sumber daya yang telah
tersedia menjadi potensi pasar yang bernilai jual tinggi. Oleh karena itu,
dalam mendukung arah kebijakan pembangunan pada sektor wisata alam khususnya
wisata Gelombang Bono, maka usaha-usaha kreatif berupa industri kecil dan
kerajinan rakyat perlu didorong yang akan bermanfaat dalam peningkatan kondisi
perekonomian masyarakat sekitar.
Disamping itu, masyarakat pada Kecamatan Teluk
Meranti juga banyak melakukan aktivitas di bidang perkebunan. Beberapa
komoditas yang umum ditanam masyarakat, yakni tanaman karet, tanaman kelapa, dan
tanaman kelapa sawit. Namun,
produksi perkebunan karet cenderung menurun. Hal ini dapat diindikasikan bahwa
terdapat kecenderungan masyarakat mengkonversi lahan perkebunan karetnya
menjadi perkebunan sawit dengan mempertimbangkan nilai ekonomis dari kelapa
sawit. Perekonomian masyarakat masih cenderung bergerak di bidang pertanian dan
perkebunan. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan akan terus meningkat sesuai
pertumbuhan penduduk pada Kelurahan Teluk Meranti.
Berdasarkan pemantauan di lapangan dan survey
dengan masyarakat, berkembang rumah-rumah walet yang terdapat di sekitar
Kelurahan Teluk Meranti. Berkembangnya rumah walet ini disebabkan terdapatnya
pemahaman masyarakat bahwa hasil sarang walet dapat mencapai 16 juta per
kilogram untuk kualitas super dan 9 juta per kilogram untuk kualitas standar.
Hasil sarang walet yang diterima masyarakat dapat mencapai 6-14 juta dalam
sebulan dan rata-rata selama 6-8 bulan, burung-burung walet sudah mulai
memasuki rumah walet. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Keluran Teluk Meranti
memiliki keinginan untuk membangun rumah walet.
2) Potensi Sosial Budaya
Secara budaya, masyarakat nelayan pada Kelurahan Teluk Meranti memiliki
kearifan lokal dalam melakukan aktivitas mencari ikan. Terdapat pelarangan
terhadap masyarakat agar tidak menangkap ikan dengan menggunakan racun ataupun
menggunakan jaring besar atau pukat harimau, serta menggunakan setrum listrik.
Masyarakat yang berada pada Kelurahan Teluk Meranti masih memiliki kekerabatan,
dimana sebagian besar masyarakat masih keluarga dengan suku Melayu Petalangan.
3) Inventarisasi Masyarakat yang Tinggal di Dalam
dan Sekitar Kawasan SM Tasik Serkap
Masyarakat yang berada di dalam
dan sekitar SM Tasik Serkap merupakan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan
pada Sungai Serkap yang membelah kawasan. Berdasarkan data yang didapatkan dari
Kelurahan Teluk Meranti, ada 21 masyarakat nelayan yang mencari ikan di
sepanjang Sungai Serkap, diantaranya 12 orang merupakan nelayan yang aktif
mencari ikan di sepanjang Sungai Serkap, sedangkan 9 orang lagi merupakan
nelayan yang musiman. Sebagian besar masyarakat nelayan tersebut mencari ikan
di dalam dan sekitar SM Tasik Serkap. Sebanyak 18 nelayan yang mencari ikan di
dalam dan sekitar kawasan SM Tasik Serkap. Terdapat 5 pondok nelayan di danau
atau tasik yang ada di dalam kawasan SM Tasik Serkap. Selain itu, 4 pondok
nelayan berada di luar kawasan SM Tasik Serkap. Berdasarkan informasi yang
didapatkan, masyarakat nelayan secara bergantian menggunakan pondok nelayan
yang ada.
Gambar Pondok Nelayan di dalam SM Tasik Serkap
Masyarakat nelayan umumnya mencari ikan menggunakan bubu atau perangkap
untuk mendapatkan hasil berupa ikan-ikan yang berukuran kecil dan sedang. Untuk
mendapatkan ikan yang berukuran besar, digunakan jerat dengan umpan ikan baung.
Hasil ikan yang didapatkan menggunakan bubu pada nantinya akan diasapkan atau
salai agar ikan tersebut kering dan dapat tahan lama sebelum nantinya dibawa
keluar dari Sungai Serkap ke tempat penjualan atau pasar.
Gambar Hasil Ikan Menggunakan “bubu”, dan Ikan Salai
f. Kondisi fisik kawasan
1) Iklim
Tipe iklim Suaka Margasatwa Tasik Serkap termasuk ke dalam tipe iklim A dengan kondisi curah hujan tidak terlalu tinggi. Rata-rata curah hujan pada tahun 2010 berkisar antara 127,8 mm sampai 318,3 mm. Suhu dan kelembaban udara disuatu tempat antara lain ditentukan oleh rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2010 suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara 33oC-35,4oC, sedangkan pada malam hari berkisar antara 20,5oC-23,2oC. Suhu udara maximum 35,4oC terjadi pada bulan mei 2010, sedangkan suhu udara minimum terendah 20,5oC terjadi pada bulan juli 2010. Sedangkan rata-rata kelembaban udara selama tahun 2010 berkisar antara 78-83 persen.
2)
Geologi dan Tanah
Kawasan SM Tasik Serkap umumnya berada pada
ketinggian berkisar antara 0-30 mdpl. Tipe tanah pada kawasan SM Tasik Serkap,
yakni Fluvaquents dan Ustipsamments.
3)
Topografi
Kondisi topografi kawasan Suaka Margasatwa Tasik
Serkap sebagian besar datar dan cenderung berair, disebabkan kondisi rawa
gambut yang basah.
4)
Hidrologi
Kawasan Suaka Margasatwa Tasik Serkap masuk ke
dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar. Kawasan ini dilalui Sungai Serkap yang
membelah kawasan ke arah utara menuju ke timur kawasan. Pemahaman sistem
hidrologi di hutan rawa gambut sangat penting karena peranan vitalnya dalam
menjaga dan mengatur siklus hidrologi. Secara hidrologis bentang alam kawasan
SM Tasik Serkap berperan dalam sirkulasi air tanah dan memasok air, serta
mencegah banjir dan intrusi air laut. Bentuk kubah ini sangat berarti untuk
tandon air (aquifer) terutama di
musim kemarau karena kemampuan gambut menyerap air tergantung pada ketebalan,
kualitas dan densitasnya.
PETA KAWASAN :
AKSESIBILITAS KAWASAN :
Kota terdekat dengan SM
Tasik Serkap adalah Pangkalan Kerinci dengan waktu tempuh dari Kota Pekanbaru
menggunakan kendaraan darat perlu waktu 1,5 jam, kemudian dilanjutkan ke
Kecamatan Teluk Meranti dengan waktu tempuh 2,5 jam. Akses menuju kawasan SM
Tasik Serkap dari Kecamatan Teluk Meranti ditempuh menggunakan kapal ketingting
dengan waktu tempuh 4 jam.